Novel diatas sajadah cinta - Habiburahman El Shirazy
Mamduh, seseorang aristokrat keturunan pasha, jatuh cinta pada seseorang gadis yang mempesonanya lahir batin. Gadis yang penuh kesederhanaan, kesahajaan, serta mulia akhlaknya, setia, lembut, rupawan serta kecerdasannya sangat menakjubkan. Kepadanya beliau menambatkan hati dan konfiden telah menemukan pasangan hidup yang tepat buat sama-sama menempatkan cinta mereka di ikatan suci yg diridhai allah, yaitu jalinan pernikahan.
Tetapi sosok si gadis ditolak mentah-mentah sang ayah mamduh hanya sebab orangtua si gadis seseorang tukang cukur. Mamduh dianggap telah memilih pasangan yg keliru berasal strata sosial yg jauh tak selaras memakai keluarganya.
Penolakan oleh ayah, tentu saja melukai hati mamduh. Namun beliau permanen menghormati orangtuanya dan tentu saja tetap yakin memakai cintanya pada oleh gadis. Sampai akhirnya mereka memutuskan menikah –walau tanpa restu– dan hidup serba kekurangan menjadi calon dokter di daerah kumuh. Kenikmatan hayati menjadi orang kaya, ditinggalkannya. Dia yakin jalan yang ditempuhnya diridhai allah. Kendati demi itu, dia selalu dirongrong oleh kedhaliman sang ayah yang permanen menyetuji pernikahannya itu.
“…adakah di global ini kebahagiaan melebihi pertemuan dua orang yang diikat kuatnya cinta? Biologi suka merupakan biologi menggunakan gairah cinta. Dan kenapakah orang-orang pada dunia merindukan surga di akhirat? Sebab pada surga allah menjanjikan cinta. Ah, aku jadi teringat perkataan ibnu qayyim, bahwa nikmatnya persetubuhan cinta yg dirasa sepasang suami-isteri pada global ialah untuk memberikan ilustrasi setetes nikmat yang disediakan sang allah di surga …
Bila percintaan suami-isteri itu nikmat, maka nirwana jauh lebih nikmat dari seluruh itu. Nikmat cinta di surga tidak bisa dibayangkan. Yg paling nikmat ialah cinta yg diberikan sang allah pada penghuni nirwana , ketika allah memberikan paras-nya. Serta tidak semua penghuni nirwana berhak menikmati indahnya paras allah swt. Buat nikmat cinta itu, allah menurunkan petunjuknya yaitu al-qur’an dan sunnah rasul. Yang konsisten mengikuti petunjuk Allah lah yg berhak memperoleh segala cinta di nirwana.Melalui penghayatan cinta ini, kami menemukan jalan-jalan lurus mendekatkan diri di-nya…” (hal.46)